Mengenai Saya

Foto saya
ingat jangan gunakan ilmu yg saya beri untuk tindakan kejahatan, tanggung jawab anda terima sendiri, itulah tanda orang yg bijak. setelah anda memahami, berikan komentar anda!! terima kasih.

Cari Blog Ini

Menurut Anda, Bagaimanakah Blog ini?

Cybercrime

Sebagaimana di dunia nyata, internet sebagai dunia maya juga banyak mengundang

tangan-tangan kriminal dalam beraksi, baik untuk mencari keuntungan materi maupun

sekedar untuk melampiaskan keisengan. Hal ini memunculkan fenomena khas yang

sering disebut cybercrime (kejahatan di dunia cyber).

Dalam lingkup cybercrime, kita sering menemui istilah hacker. Penggunaan istilah ini

dalam konteks cybercrime sebenarnya kurang tepat. Istilah hacker biasanya mengacu

pada seseorang yang punya minat besar untuk mempelajari sistem komputer secara detail

dan bagaimana meningkatkan kapabilitasnya. Besarnya minat yang dimiliki seorang

hacker dapat mendorongnya untik memiliki kemampuan penguasaan sistem yang diatas

rata-rata kebanyakan pengguna. Jadi, hacker sebenarnya memiliki konotasi yang netral.

Adapun mereka yang sering melakukan aksi-aksi perusakan di internet lazimnya disebut

sebagai cracker (terjemahan bebas: pembobol). Boleh dibilang para craker ini sebenarnya

adalah hacker yang memanfaatkan kemampuannya untuk hal-hal yang negatif.

Aktifitas cracking di internet memiliki lingkup yang sangat luas, mulai dari pembajakan

account milik orang lain, pembajakan situs web, probing, menyebarkan virus hingga

pelumpuhan target sasaran. Tindakan yang terakhir disebut ini dikenal sebagai DoS

(Denial of Services). Dibandingkan modus lain, DoS termasuk yang paling berbahaya

karena tidak hanya sekedar melakukan pencurian maupun perusakan terhadap data pada

sistem milik orang lain, tetapi juga merusak dan melumpuhkan sebuah sistem.

Salah satu aktifitas cracking yang paling dikenal adalah pembajakan sebuah situs web

dan kemudian mengganti tampilan halaman mukanya. Tindakan ini biasa dikenal dengan

istilah deface. Motif tindakan ini bermacam-macam, mulai dari sekedar iseng menguji

"kesaktian" ilmu yang dimiliki, persaingan bisnis, hingga motif politik. Kadang-kadang,

ada juga cracker yang melakukan hal ini semata-mata untuk menunjukkan kelemahan

suatu sistem kepada administrator yang mengelolanya. Aktifitas destruktif lain yang bisa dikatagorikan sebagai cybercrime adalah penyebaran

virus (worm) melalui internet. Kita tentu masih ingat dengan kasus virus Melissa atau I

Love You yang cukup mengganggu pengguna email bebereapa tahun lalu. Umumnya

tidakan ini bermotifkan iseng. Ada kemungkinan pelaku memiliki bakat "psikopat" yang

memiliki kebanggaan apabila berhasil melakukan tindakan yang membuat banyak orang

merasa terganggu atyau tidak aman.

Cybercrime atau Bukan?

Tidak semua cybercrime dapat langsung dikatagorikan sebagai kejahatan dalam artian

yang sesungguhnya. Ada pula jenis kejahatan yang masuk dalam "wilayah abu-abu".

Salah satunya adalah probing atau portscanning. Ini adalah sebutan untuk semacam

tindakan pengintaian terhadap sistem milik orang lain dengan mengumpulkan informasi

sebanyak-banyaknya dari sistem yang diintai, termasuk sistem operasi yang digunakan,

port-port yang ada, baik yang terbuka maupun tertutup, dan sebagainya. Kalau

dianalogikan, kegiatan ini mirip dengan maling yang melakukan survey terlebih dahulu

terhadap sasaran yang dituju. Di titik ini pelakunya tidak melakukan tindakan apapun

terhadap sistem yang diintainya, namun data yang ia dapatkan akan sangat bermanfaat

untuk melakukan aksi sesungguhnya yang mungkin destruktif.

Juga termasuk kedalam "wilayah abu-abu" ini adalah kejahatan yang berhubungan

dengan nama domain di internet. Banyak orang yang melakukan semacam kegiatan

"percaloan" pada nama domain dengan membeli domain yang mirip dengan merek

dagang atau nama perusahaan tertentu dan kemudian menjualnya dengan harga tinggi

kepada pemilik merk atau perusahaan yang bersangkutan. Kegiatan ini diistilahkan

sebagai cybersquatting. kegiatan lain yang hampir mirip dikenal sebagai typosquatting,

yaitu membuat nama domain "pelesetan" dari domain yang sudah populer. Para pelaku

typosquatting berharap dapat mengeduk keuntungan dari pengunjung yang tersasar ke

situsnya karena salah mengetik nama domain yang dituju pada browsernya.

Selain tindak kejahatan yang membutuhkan kemampuan teknis yang memadai, ada juga

kejahatan yang menggunakan internet hanya sebagai sarana. Tindak kejahatan semacam

kejahatan semacam ini adalah carding, yaitu pencurian nomor kartu kredit milik orang

lain untuk digunakan dalam transaksi perdagangan di internet. Juga pemanfaatan media

internet (webserver, mailing list) untuk menyebarkan material bajakan.

Pengiriman email anonim yang berisi promosi (spamming) juga dapat dimasukkan dalam

contoh kejahatan yang menggunakan internet sebagai sarana. Di beberapa negara maju,

para pelaku spamming (yang diistilahkan sebagai spammer) dapat dituntut dengan

tuduhan pelanggaran privasi.

Jenis-jenis cybercrime maupun kejahatan yang menggunakan internet sebagai sarana

ditengarai akan makin bertambah dari waktu ke waktu, tidak hanya dari segi jumlah

maupun kualitas, tetapi juga modusnya. Di beberapa negara maju dimana internet sudah

sangat memasyarakat, telah dikembangkan undang-undang khusus yang mengatur

tentang cybercrime. UU tersebut, yang disebut sebagai Cyberlaw, biasanya memuat

regulasi-regulasi yang harus dipatuhi oleh para pengguna internet di negara bersangkutan,

lengkap dengan perangkat hukum dan sanksi bagi para pelanggarnya.

Namun demikian, tidak mudah untuk bisa menjerat secara hukum pelaku cybercrime.

Tidak seperti internet yang tidak mengenal batasan negara, maka penerapan cyberlaw

masih terkendala oleh batasan yurisdiksi. Padahal, seorang pelaku tidak perlu berada di

wilayah hukum negara bersangkutan untuk melakukan aksinya.

Sebagai contoh, bagaimana cara untuk menuntut seorang hacker, katakanlah

berkebangsaan Portugal, yang membobol sebuah situs Indonesia yang servernya ada di

Amerika Serikat, sementara sang hacker sendiri melakukan aksinya dari Australia.

Lantas, perangkat hukum negara mana yang harus digunakan untuk menjeratnya? Belum

lagi adanya banyaknya "wilayah abu-abu" yang sulit dikatagorikan apakah sebagai

kejahatan atau bukan, membuat Cyberlaw masih belum dapat diterapkan dengan

efektifitas yang maksimal.







0 komentar:

BeRIKaN KOmeNtaR aNda


ShoutMix chat widget